Di Balik Klarifikasi Pihak Sekolah, Ada Luka yang Tertulis dan Jeritan Tak Terdengar

Sukabumiupdate.com
Rabu 29 Okt 2025, 17:35 WIB
Di Balik Klarifikasi Pihak Sekolah, Ada Luka yang Tertulis dan Jeritan Tak Terdengar

Ilustrasi - Ketika kata-kata resmi berkata tak ada luka, tapi surat terakhir menyimpan tangis yang tak terbaca. (Sumber : AI/ChatGPT).

SUKABUMIUPDATE.com - Dugaan kasus perundungan (bullying) di Sukabumi turut meninggalkan luka mendalam. Dimana korbannya merupakan salah satu siswi yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. 

Ada yang tak selaras antara kata dari pihak Sekolah dan kenyataan. Kepala sekolah membantah tak ada perundungan (bullying) terhadap siswi berinisial AK (14 tahun) yang ditemukan meninggal dunia dalam kondisi tergantung di rumahnya, Desa Bojong, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, pada Selasa malam (28/10/2025).

Bantahan tersebut disampaikan setelah beredarnya foto surat tulisan tangan yang diduga ditinggalkan korban sebelum meninggal, berisi curahan hati tentang tekanan di lingkungan sekolah dan keinginannya untuk pindah.

Baca Juga: Salah Oper Transmisi, Mobil Yang Dikendarai Ibu-ibu di Cibadak Sukabumi Nyaris Terjun ke Jurang

Kepala MTsN 3 Sukabumi, Wawan Setiawan menegaskan bahwa kebijakan sekolah sangat melarang segala bentuk perundungan, baik kekerasan verbal maupun fisik, sejalan dengan status mereka sebagai "sekolah ramah anak".

“Di sekolah tidak ada indikasi anak ini kena bullying. Bullying itu di kami haram hukumnya, karena kami sekolah ramah anak, tidak boleh ada bullying, baik kekerasan verbal maupun fisik. Anak-anak yang punya kekurangan fisik pun bisa sekolah di sini,” tegasnya.

Namun di lembaran sunyi yang ditinggalkan sang anak, tergores pilu yang tak terbantahkan dimana ada sindiran, luka, dan harapan yang patah. Surat itu bukan sekadar tulisan, ia adalah jeritan yang tak terdengar, tentang ruang kelas yang tak ramah, tentang hati yang ingin pergi tapi tak punya jalan.

Dalam surat yang dituliskan, yang sebagian besar menggunakan bahasa Sunda dan telah diterjemahkan, korban yang akrab disapa Eneng menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga serta mengungkapkan perasaan sakit hati yang dialaminya.

Surat itu berisi permintaan maaf kepada orang tua, guru, dan beberapa teman-temannya, serta mengungkap perasaan tertekan di lingkungan sekolah. Dalam surat yang sebagian ditulis dalam bahasa Sunda, korban menulis bahwa ia sering disindir oleh teman-teman sekelas dan merasa sakit hati karena ucapan mereka.

Salah satu bagian surat berbunyi:

“...A bukan tidak mau memaafkan kalian atau A bukan dendam, tapi A sudah berusaha memaafkan kalian-kalian yang sering bikin hati A sakit, entah lewat perkataan, perilaku, tapi tidak perkataan mah sering oleh A didapatkan dari si (menyebutkan nama), tidak tahu salah A apa, tapi A merasa (menyebutkan nama) suka sundar sindir ke A, kayak kejadian yang (menyebutkan nama) bilang, “Paeh we, paeh lah” (“mati aja, mati lah”), itu bikin A benar-benar sakit hati.

RS, tetangga yang masih kerabat korban, membenarkan bahwa surat tersebut ditulis oleh korban. “Dari surat itu keluarga menyimpulkan dugaan bully yang dialami korban, hingga almarhumah bertindak nekat,” ucap RS kepada sukabumiupdate.com, Rabu (29/10/2025).

Korban lahir di Sukabumi pada 8 Juni 2011 merupakan anak dari pasangan Ed dan I. Ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa, Selasa malam sekitar pukul 23.15 WIB oleh sang nenek yang hendak mengambil air wudhu.

Di antara klarifikasi dan kenyataan, ada jiwa yang telah memilih diam selamanya. Dan kita, yang membaca, tak bisa hanya percaya kata, kita harus mendengar suara yang tak sempat bersuara.

Catatan redaksi: Berita ini ditulis dengan tujuan memberikan informasi kepada publik. Redaksi tidak bermaksud mengglorifikasi atau mendorong tindakan mengakhiri hidup dalam bentuk apa pun. Jika Anda atau orang yang Anda kenal memiliki kecenderungan mengakhiri hidup atau masalah kesehatan mental segera cari bantuan dari tenaga profesional, keluarga, atau layanan yang disediakan pemerintah.

Berita Terkait
Berita Terkini