SUKABUMIUPDATE.com - Dalam kalender geologi satu tahun itu hanyalah sekejap, namun bagi masyarakat yang hidup di bawah bayang-bayang puncak-puncak gunung berapi, setiap detik aktivitas vulkanik adalah kisah tentang kewaspadaan dan ketangguhan. Indonesia, yang terletak di persimpangan lempeng tektonik paling aktif di dunia, kembali menjadi panggung utama gejolak alam.
Bukan hanya letusan yang tercatat, melainkan juga denyut kehidupan ribuan warga yang harus beradaptasi dengan takdir Cincin Api (Ring of Fire). Kaleidoskop ini bukan sekadar daftar kejadian, melainkan cerminan dari kekuatan alam yang mendefinisikan geografi dan spiritualitas bangsa ini. Tahun 2025 kembali menunjukkan betapa aktifnya Cincin Api yang melingkari Indonesia, dengan sejumlah gunung api yang konsisten menunjukkan peningkatan aktivitas dan letusan. Dinamika ini menuntut perhatian serius dari pihak berwenang dan kesiapsiagaan masyarakat, terutama yang bermukim di zona rawan bencana.
Aktivitas erupsi sepanjang tahun 2025 didominasi oleh beberapa gunung api yang telah lama berstatus aktif, sebagian di antaranya mengalami letusan berulang dengan intensitas bervariasi. Semeru di Jawa Timur, misalnya, kembali menjadi barometer vulkanisme domestik dengan catatan frekuensi letusan yang paling tinggi, menuntut pemantauan terus-menerus dan penyesuaian zona aman. Sementara itu, gunung-gunung di timur, seperti Ibu dan Lewotobi Laki-laki, menunjukkan bahwa ancaman geologi tersebar merata dari barat hingga ke wilayah timur Nusantara.
Baca Juga: Update Korban Meninggal Akibat Banjir Sumatera, BNPB: 961 Orang
Muara Aliran Lahar Gunung Semeru di Pantai Bambang, Lumajang, Jawa Timur (Credit Foto: @Andrea Ramadhan)
Sorotan Utama Erupsi di Indonesia
Karakteristik erupsi yang terjadi menunjukkan variasi bahaya, mulai dari letusan eksplosif yang melontarkan abu vulkanik tinggi seperti pada Gunung Ibu dan Marapi, hingga ancaman sekunder berupa guguran lava dan lahar dingin yang mendominasi aktivitas Gunung Merapi dan Semeru. Data Badan Geologi dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menjadi sumber krusial yang mengonfirmasi bahwa kesiagaan multipihak dari pemerintah daerah, tim penyelamat, hingga edukator bencana mutlak diperlukan untuk menghadapi potensi peningkatan aktivitas di masa mendatang.
- Gunung Semeru (Jawa Timur): Menjadi sorotan utama dengan catatan frekuensi letusan terbanyak, mencapai ribuan kali sepanjang tahun. Per November 2025, tercatat lebih dari 2.800 letusan, menjadikannya gunung dengan aktivitas letusan harian tertinggi di Indonesia. Ancaman utama dari Semeru adalah guguran awan panas, guguran lava, dan lahar dingin. Badan Geologi menetapkan statusnya pada Level II (Waspada).
- Gunung Ibu (Maluku Utara): Menunjukkan aktivitas signifikan di awal tahun, dengan sembilan kali erupsi pada pertengahan Januari 2025. Erupsi melontarkan abu vulkanik hingga 2.000 meter. Gunung Ibu sempat berada di Level IV (Awas) pada awal tahun, dengan imbauan keras untuk menjauhi radius berbahaya.
- Gunung Marapi (Sumatera Barat): Terus bererupsi eksplosif maupun efusif sejak akhir tahun sebelumnya, dengan letusan yang tercatat hingga Desember 2025. Aktivitasnya memicu lontaran abu vulkanik yang melanda wilayah sekitar, seperti Kabupaten Agam. Statusnya sebagian besar bertahan di Level II (Waspada).
- Gunung Lewotobi Laki-laki (Nusa Tenggara Timur): Menjadi salah satu fokus utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di awal tahun 2025. Erupsi dari gunung ini menyebabkan perlunya persiapan hunian sementara bagi warga terdampak. Statusnya pernah berada di Level III (Siaga).
- Gunung Dempo (Sumatera Selatan): Melaporkan erupsi pada Agustus 2025, meskipun pemantauan visual sebelumnya menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Perubahan aktivitas ini menunjukkan bahwa gunung api yang tampak tenang bisa saja kembali menunjukkan gejolak.
- Gunung Merapi (DIY & Jawa Tengah): Terus menunjukkan aktivitas vulkanik tinggi yang ditandai dengan gempa guguran dan guguran lava, bahkan mencapai ratusan kali dalam sepekan di bulan September 2025. Statusnya tetap berada di Level III (Siaga).
Baca Juga: JogjaROCKarta 2025 Ditutup Band Legendaris Anthrax
Baca Juga: Jelang Nataru, Polres Sukabumi Siagakan 974 Personel: Fokus Macet hingga Bencana
Dinamika Vulkanisme Global
Di ranah global, aktivitas vulkanisme juga menarik perhatian, menunjukkan bahwa dinamika geologi terjadi di banyak titik:
- Gunung Axial Seamount (Samudera Pasifik): Gunung berapi bawah laut yang paling aktif di Pasifik, diprediksi oleh peneliti akan mengalami letusan antara pertengahan hingga akhir tahun 2025, bahkan ada prediksi hingga 2026.
- Klyuchevskoy (Rusia): Memuntahkan gumpalan asap vulkanik yang luar biasa, mencapai jarak 1.600 kilometer, terabadikan oleh citra satelit.
- Hunga Tonga-Hunga Ha'apai (Tonga): Menjadi pengingat akan dahsyatnya erupsi bawah laut dan dampaknya secara global.
Gunung Merapi (Foto: BNPB)
Melalui kaleidoskop 2025 erupsi ini, terungkap satu pelajaran krusial, yakni mitigasi bencana bukan sekadar proyek fisik atau kebijakan, melainkan kesadaran yang berakar dalam masyarakat. Setiap gunung yang bergemuruh adalah panggilan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan geologi dan memperkuat solidaritas kemanusiaan.
Dari Semeru yang tak henti 'batuk' hingga potensi gejolak di bawah laut Pasifik, jaminan keselamatan terletak pada kecepatan respons, akurasi data pemantauan, dan terutama, pada kearifan lokal dalam membaca tanda-tanda alam. Tantangan terbesar yang muncul adalah bagaimana masyarakat dan pemerintah dapat hidup berdampingan dengan risiko yang inheren. Peran teknologi, seperti sistem penginderaan jarak jauh dan pemodelan bahaya (hazard modeling) semakin vital, namun ia harus ditopang oleh komunikasi yang efektif dan mudah dipahami oleh publik.
Tahun 2025 menjadi penanda bahwa investasi pada riset vulkanologi, pendidikan mitigasi bencana sejak dini, dan ketersediaan logistik darurat adalah investasi yang tidak boleh ditunda, demi menjaga keberlanjutan hidup di tengah gejolak tektonik yang terus menerus di negara pemilik banyak gunung api aktif ini.
Kaleidoskop 2025 erupsi gunung api ini bukan sekadar catatan geologis, melainkan sebuah ujian ketahanan bangsa di tengah ribuan kali guguran lava Semeru, letusan eksplosif Ibu, dan gemuruh Merapi yang tak henti, terbentang fakta bahwa mitigasi paling efektif berakar pada ilmu pengetahuan yang kritis, sistem peringatan yang terintegrasi, dan solidaritas kemanusiaan. Gejolak Cincin Api Indonesia ini adalah panggilan tegas bagi setiap elemen bangsa untuk mengubah kewaspadaan menjadi budaya permanen, memastikan bahwa kehidupan dan peradaban dapat terus berdampingan dengan kekuatan alam yang agung dan menakutkan.



