Di Tengah Gejolak Global Harga BBM Non Subsidi Pertamina Naik, Indonesia Masih Unggul!

Sukabumiupdate.com
Selasa 02 Des 2025, 08:11 WIB
Di Tengah Gejolak Global Harga BBM Non Subsidi Pertamina Naik, Indonesia Masih Unggul!

Kenaikan harga Pertamax hingga Pertamina Dex ini didasarkan pada perhitungan yang ketat, merespons melonjaknya harga minyak mentah global dan fluktuasi nilai tukar Rupiah. (Sumber : Istimewa)

SUKABUMIUPDATE.com - Gelombang penyesuaian harga selalu datang bak air pasang yang tak terhindarkan, terutama di pasar bahan bakar minyak Indonesia. Ketika PT Pertamina (Persero) resmi mengumumkan kenaikan harga BBM nonsubsidi mereka yang berlaku mulai 1 Desember 2025, suasana di industri energi langsung memanas. Kenaikan harga Pertamax hingga Pertamina Dex ini didasarkan pada perhitungan yang ketat, merespons melonjaknya harga minyak mentah global dan fluktuasi nilai tukar Rupiah.

Keputusan ini secara otomatis menarik operator swasta, seperti Shell, BP, dan Vivo, untuk ikut menyesuaikan harga mereka. Meskipun semua operator sepakat bahwa BBM harus naik karena biaya bahan baku yang membengkak, Pertamina ternyata mengambil langkah yang lebih hati-hati, memosisikan diri sebagai penyedia BBM nonsubsidi dengan harga paling ramah di kantong konsumen.

Langkah Pertamina ini bukan tanpa alasan sebagai perusahaan milik negara, mereka memiliki tanggung jawab ganda mengikuti mekanisme pasar global, sekaligus menjaga keterjangkauan harga domestik. Perbandingan harga antar SPBU pun menjadi ajang adu strategi, di mana setiap kenaikan harga Pertamina diikuti oleh penyesuaian ketat dari pesaing swasta. Namun, dalam pertempuran harga di pompa bensin ini, komparasi data menunjukkan bahwa Pertamina tetap yang paling 'sabar' dalam menaikkan harga, membuat produk mereka, mulai dari Pertamax hingga Pertamina Dex, selalu berada sedikit di bawah harga yang ditawarkan oleh operator asing.

Baca Juga: Sambut Libur Nataru, Tugu Jangilus Palabuhanratu Dipercantik Disperkim Sukabumi

Kenaikan harga Pertamax dan BBM nonsubsidi lainnya didorong oleh tiga faktor utama yang saling berkaitan:

  1. Harga Minyak Mentah Global: Pemicu utama kenaikan ini adalah melonjaknya harga minyak mentah Brent di pasar internasional, yang pada awal Desember 2025 berada di kisaran US$63 per barel. Kenaikan ini didorong oleh keputusan OPEC+ yang menahan produksi dan adanya risiko geopolitik. Karena Indonesia masih mengimpor bahan baku, biaya beli Pertamina otomatis ikut naik.
  2. Nilai Tukar Rupiah: Semua transaksi minyak mentah dilakukan dalam Dolar AS. Melemahnya Rupiah terhadap Dolar secara otomatis membuat biaya impor bahan baku menjadi lebih mahal dalam mata uang lokal, yang membebani harga jual akhir di SPBU.
  3. Formula Harga yang Wajib Dipatuhi: Kenaikan ini adalah kewajiban sesuai Kepmen ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022. Aturan ini mengharuskan harga BBM nonsubsidi disesuaikan secara berkala agar mencerminkan biaya perolehan yang wajar, berbeda dengan BBM Subsidi (Pertalite dan Biosolar) yang harganya ditahan oleh pemerintah.

Untuk memahami dampak kenaikan ini, kita bisa melihat persentase kenaikan dan perbandingan harga dengan pesaing:

  1. Dampak Kenaikan: Produk Diesel Paling Terdampak

Kenaikan harga yang paling besar dalam persentase terjadi pada segmen BBM diesel berkualitas tinggi:

  • Dexlite (CN 51) naik Rp800 per liter, mencatatkan kenaikan persentase tertinggi sekitar 5,76%.
  • Pertamina Dex (CN 53) juga naik Rp800 per liter, dengan persentase kenaikan sekitar 5,63%.
  • Sementara itu, kenaikan Pertamax (RON 92) sebesar Rp550 per liter berada di angka 4,51%, dan Pertamax Turbo mencatat kenaikan tertinggi di segmen bensin, yakni 4,96%.

Baca Juga: Ternyata Bumi Pernah Diguyur Jutaan Tahun, Begini Cara Bumi Selamat

Tingginya persentase kenaikan pada produk diesel menunjukkan bahwa biaya impor dan pengolahan solar berkualitas tinggi sangat tertekan oleh gejolak harga energi global.

  1. Pertamina Tetap Paling Kompetitif

Meskipun harga naik, Pertamina berhasil memosisikan dirinya sebagai pilihan paling ekonomis dibandingkan SPBU swasta untuk produk sekelas:

  • Bensin RON 92 (Setara Pertamax):
    • Pertamax dijual Rp12.750 per liter. Pesaing seperti Shell Super dan BP 92 kompak memasang harga lebih tinggi, yakni Rp13.000 per liter. Pertamina berhasil menjaga selisih Rp250 lebih murah.
  • Bensin Premium (RON 98):
    • Pertamax Turbo dihargai Rp13.750 per liter. Pesaingnya, Shell V-Power Nitro+, sedikit lebih mahal di Rp13.890 per liter.
  • Diesel Premium (CN 53):
    • Pertamina Dex mencapai Rp15.000 per liter. Produk diesel premium swasta lainnya berada di level Rp15.250 per liter.

Indonesia Masih Unggul

Melihat harga BBM secara keseluruhan, Indonesia masih termasuk yang paling kompetitif, berkat kebijakan subsidi:

  • BBM Subsidi: Harga Pertalite yang stabil di Rp10.000 dan Biosolar di Rp6.800 menempatkan Indonesia di antara negara dengan harga BBM ritel termurah di Asia Tenggara, jauh di bawah harga pasar murni seperti di Filipina dan Thailand.
  • Harga Nonsubsidi: Bahkan harga Pertamax di Rp12.750 juga jauh lebih murah dibandingkan negara maju seperti Singapura (sekitar Rp34.600), yang harga BBM-nya dibebani pajak energi yang sangat tinggi.

Melihat data komparatif ini, konsumen memiliki pilihan yang jelas di tengah tingginya biaya energi global. Kenaikan persentase tertinggi yang menyasar BBM diesel berkualitas (Dexlite dan Pertamina Dex) menunjukkan bahwa biaya impor dan pengolahan minyak mentah berkualitas tinggi sangat dipengaruhi oleh gejolak harga energi global.

Sementara itu, meskipun harga naik, Pertamina secara strategis tetap memposisikan harga jualnya lebih rendah dari rata-rata pesaing swasta, mencerminkan peran ganda yaitu mendapatkan keuntungan sekaligus melayani kepentingan publik. Kenaikan ini menegaskan bahwa selama harga minyak dunia terus bergejolak, penyesuaian harga di SPBU akan terus menjadi rutinitas yang tidak terhindarkan bagi semua pemain industri.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini