SUKABUMIUPDATE.com - Sejak kita membuka lembaran pertama tahun baru, kita secara rutin menyebut dua belas nama bulan Januari hingga Desember. Namun, tahukah Anda bahwa urutan dan penamaan bulan-bulan ini bukanlah sekadar kebetulan, melainkan jejak peninggalan linguistik dan historis dari peradaban kuno, khususnya kekaisaran Romawi? Kalender Masehi yang kita gunakan hari ini, yang didasarkan pada Kalender Julian dan Gregorian, adalah sebuah museum berjalan yang mengabadikan dewa-dewi, ritual, dan angka Latin kuno.
Mengapa sistem penanggalan modern ini terlihat seperti campuran antara teologi kuno dan aritmatika yang janggal? Jawabannya terletak pada reformasi yang dilakukan oleh para pemimpin Romawi. Mulai dari Raja Numa Pompilius yang menambahkan Januari dan Februari untuk menyeimbangkan kalender yang awalnya hanya sepuluh bulan, hingga Julius Caesar yang kemudian menyempurnakannya, setiap perubahan menggeser posisi bulan, tetapi mempertahankan nama-nama aslinya yang telah melekat kuat.
Pergeseran inilah yang menyebabkan sebagian besar bulan di awal tahun memiliki asal-usul mitologis, sementara bulan-bulan di akhir tahun tetap mempertahankan penamaan angka Latin mereka yang sudah terlanjur berakar. Dengan memahami pergeseran ini, kita bisa mulai menelusuri kisah di balik setiap bulan.
Baca Juga: Krisis Lingkungan! KDM Sebut 80 Persen Hutan di Jabar Telah Rusak
Tujuh bulan pertama tahun modern kita menyimpan narasi yang paling kaya, yang berhubungan langsung dengan panteon Romawi yang perkasa
Nama Bulan dari Figur Mitologi
Tujuh bulan pertama tahun modern kita menyimpan narasi yang paling kaya, yang berhubungan langsung dengan panteon Romawi yang perkasa:
- Januari (Januarius): Bulan pembuka ini didedikasikan untuk Janus, dewa pintu gerbang, permulaan, dan akhir. Penggambaran Janus yang memiliki dua wajah, satu melihat ke belakang (masa lalu) dan satu melihat ke depan (masa depan) secara sempurna melambangkan transisi antara tahun yang lama dan yang baru, menjadikannya dewa yang tepat untuk bulan pertama.
- Februari (Februarius): Penamaan bulan ini tidak merujuk pada dewa spesifik, melainkan pada sebuah tindakan. Ia diambil dari kata Februa, yaitu festival pemurnian dan penebusan dosa yang dilakukan Romawi pada pertengahan bulan ini. Februari secara etimologis adalah bulan "pembersihan" sebelum dimulainya tahun baru dalam kalender Romawi awal.
- Maret (Martius): Bulan ini diambil dari nama Mars, dewa perang Romawi yang sangat dihormati. Dalam kalender Romawi kuno, Maret adalah bulan pertama, yang secara simbolis menandai dimulainya musim semi, waktu yang ideal untuk melanjutkan kampanye militer dan pekerjaan pertanian setelah musim dingin.
- Mei (Maius): Bulan ini didedikasikan untuk Maia, dewi pertumbuhan tanaman dan Bumi. Penamaan ini sangat relevan dengan musim semi di belahan Bumi utara, di mana alam mulai mekar dan menjadi subur.
- Juni (Junius): Diambil dari nama Juno, Ratu Para Dewa dan istri Jupiter, serta pelindung pernikahan, persalinan, dan wanita. Juno adalah figur sentral yang melambangkan kekuasaan dan rumah tangga, menjadikannya salah satu bulan yang paling dihormati.
Baca Juga: Desember Ber-nya Apa? Berhadiah Geminid Asteroid yang Berkilauan di Ujung Tahun 2025
Kalender yang kita anggap modern dan universal ini sesungguhnya adalah cetak biru kuno.
Bahkan April (Aprilis) juga memiliki keterkaitan, baik dengan kata Latin aperire (membuka, merujuk pada kuncup bunga) atau sebagai penghormatan kepada Aphrodite (Venus), dewi cinta, yang perayaannya dikaitkan dengan musim semi.
Penghormatan Kepada Kaisar
Dua bulan di tengah tahun mengalami perubahan nama dari sistem angka kuno ke nama tokoh politik untuk menghormati dua kaisar Romawi yang berpengaruh besar:
- Juli (Julius): Bulan ini dulunya dikenal sebagai Quintilis (bulan kelima), namun namanya diubah untuk menghormati Julius Caesar. Ia lahir di bulan ini dan dikenang sebagai tokoh yang mereformasi sistem penanggalan Romawi yang kacau, menghasilkan Kalender Julian yang jauh lebih akurat.
- Agustus (Augustus): Bulan ini sebelumnya adalah Sextilis (bulan keenam), kemudian diganti untuk menghormati Kaisar Augustus Caesar, kaisar Romawi pertama. Perubahan ini dilakukan karena banyak kemenangan penting Augustus terjadi selama bulan ini.
Mengapa Banyak "Ber"? Sisa-sisa Angka Kuno
Fenomena nama bulan berakhiran "-ber" September, Oktober, November, dan Desember adalah artefak sejarah yang paling nyata dan sering dipertanyakan. Ini adalah sisa-sisa sistem penanggalan Romawi kuno yang hanya memiliki sepuluh bulan dan dimulai pada Maret.
Akhiran "-ber" ini berasal dari angka Latin:
- September dari Septem (Tujuh)
- Oktober dari Octo (Delapan)
- November dari Novem (Sembilan)
- Desember dari Decem (Sepuluh)
Baca Juga: Selamat Datang Desember: 30+ Kata-Kata Penuh Doa & Harapan untuk Akhir Tahun
Ketika Kaisar Numa Pompilius (atau reformator lain di kemudian hari) menambahkan Januari dan Februari di awal tahun, bulan-bulan ini tergeser dua posisi. Meskipun sekarang September adalah bulan kesembilan dan Desember adalah yang kedua belas, nama-nama aslinya yang berbasis angka tetap dipertahankan. Ini adalah bukti kekuatan linguistik dan budaya Romawi yang tetap bertahan, meskipun urutan waktu telah berubah secara drastis.
Kalender yang kita anggap modern dan universal ini sesungguhnya adalah penamaan kuno, di mana setiap nama bulan menceritakan kisah mitologi, kekuasaan politik, dan perubahan sistem penanggalan yang berlangsung selama ribuan tahun.
Bulan-bulan di akhir tahun tetap mempertahankan penamaan angka Latin mereka yang sudah terlanjur berakar. Dengan memahami pergeseran ini, kita bisa mulai menelusuri kisah di balik setiap bulan.
Di balik penamaan yang tampak biasa, tersimpan jejak peradaban Romawi yang begitu dominan, mengabadikan dewa-dewa mereka dari Janus sang penjaga gerbang waktu, hingga Mars sang dewa perang dan ritual-ritual purifikasi. Fenomena ini membuktikan bahwa waktu bukanlah sekadar deretan angka, melainkan rangkaian narasi dan etimologi yang tak terpisahkan dari bahasa dan budaya yang mengucapkannya.
Kekuatan linguistik dan budaya ini sedemikian rupa, sehingga upaya reformasi selama berabad-abad hanya mampu mengubah urutan, tetapi tidak mampu menghapus nama asalnya.
Baca Juga: Panduan Lengkap Monetisasi Musik AI di YouTube (Cover vs. Orisinal)
Refleksi dari penamaan bulan ini memberikan kita pelajaran humanis yang berharga: sejarah adalah lapisan-lapisan yang saling menumpuk. Ketika kita menyebut "Desember," kita bukan hanya merujuk pada bulan kedua belas, tetapi juga secara tidak langsung menghormati angka "sepuluh" dan mengingatkan diri pada permulaan kalender yang berbeda.
Hal ini mengajak kita untuk berpikir bahwa sistem dan ketetapan yang kita jalani hari ini adalah hasil kompromi antara keyakinan teologis kuno, ambisi kekaisaran, dan kebutuhan praktis manusia untuk mengorganisasi waktu.
Dengan menyadari asal-usul ini, kita menjadi lebih terhubung dengan aliran waktu yang tak hanya progresif, tetapi juga berbalik, memahami bahwa kita, dalam kehidupan sehari-hari, terus-menerus mengulang dan membawa serta warisan kebudayaan yang sudah berusia dua milenium lebih.




