Kemarau Tersendat, Hujan Masih Deras: BMKG dan BRIN Ungkap Fenomena Cuaca Aneh 2025

Sukabumiupdate.com
Jumat 20 Jun 2025, 09:50 WIB
Kemarau Tersendat, Hujan Masih Deras: BMKG dan BRIN Ungkap Fenomena Cuaca Aneh 2025

Ilustrasi hujan. | Foto: Freepik

SUKABUMIUPDATE.com - Keterlambatan signifikan awal musim kemarau pada tahun ini menunjukkan faktor-faktor anomali global yang selama ini kerap mempengaruhi cuaca Indonesia tidak lagi relevan. Faktor-faktor itu seperti La Nina dan El Nino (ENSO) dari Samudra Pasifik, serta Indian Ocean Dipole (IOD) dari Samudra Hindia.

“Sejak Mei 2025, ENSO dalam kondisi netral. IOD bahkan netral sejak awal tahun. Ini mengindikasikan bahwa ENSO dan IOD tidak berkontribusi terhadap mundurnya musim kemarau 2025,” kata Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Supari ketika dihubungi pada Kamis, 19 Juni 2025.

Mengutip tempo.co, BMKG, kata Supari, mencatat bahwa lemahnya intensitas angin monsun Australia justru menjadi faktor dominan yang menyebabkan keterlambatan musim kemarau. Monsun yang melemah hingga di bawah normal tersebut ditunjukkan oleh indeks AUSMI (Australian Monsoon Index) yang lebih positif terutama pada periode Maret-April.

Supari menerangkan, periode Maret-April itu biasanya menjadi peralihan musim hujan ke musim kemarau bagi wilayah-wilayah NTB dan NTT. Indeks yang positif menunjukkan angin kering itu belum bertiup ke wilayah Indonesia. "Ini mengindikasikan bahwa melemahnya monsun Australia pada periode Maret-April menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada mundurnya awal musim kemarau 2025.”

Baca Juga: Cuaca Mingguan 17-23 Juni 2025, BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem Meski Musim Kemarau

Selain itu, gangguan atmosfer mingguan seperti fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby yang aktif pada Mei 2025 disebutkan turut memperpanjang musim hujan. Di sisi lain, suhu permukaan laut di perairan Indonesia bagian selatan juga terukur lebih hangat, yang mendukung pembentukan awan dan meningkatkan curah hujan.

Dalam perkembangan dinamika atmosfer terkini, yang terjadi bahkan bukan lagi sekadar awal musim kemarau yang datang terlambat. Tapi, BMKG mendapati tren curah hujan yang masih tinggi. “Curah hujan diprediksi akan terus bersifat di atas normal bahkan hingga Oktober 2025,” ujar Supari.

Hingga awal Juni, jumlah zona musim yang sudah teridentifikasi masuk musim kemarau baru sebanyak 19 persen. “Artinya sebagian besar zona musim saat ini masih masuk kategori musim hujan,” katanya lagi.

Sebelumnya, peneliti klimatologi dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan musim kemarau di Indonesia pada tahun ini berbeda daripada biasanya. Beberapa faktor pendukung musim kering kini dinilai tidak lagi berpengaruh kuat. “Ini juga (mengenai) kategorinya kami masih bingung. (Belum tahu) apa penyebab sebenarnya,” ujarnya, Selasa, 17 Juni 2025.

Menurut Erma, Juni hingga Juli selalu menjadi bulan yang paling kering di Indonesia. Prediksi ini didukung siklon tropis di utara yang menyedot awan-awan di wilayah Indonesia. Data satelit pun menunjukkan wilayah Pulau Jawa sudah relatif bersih dari awan. Namun, yang terjadi saat ini, hujan ternyata masih sangat intens mengguyur wilayah di Jakarta dan Jawa Barat.

“Hilangnya musim kemarau saat ini tidak lagi diindikasikan oleh faktor global yang berada di Samudra Pasifik seperti La Nina, sudah tidak relevan,” kata Erma.

Sumber: Tempo.co

Berita Terkait
Berita Terkini