SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan akan mendorong perluasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir H Djuanda sebagai salah satu solusi meminimalisir bencana ekologi, seperti banjir dan longsor di kawasan Bandung Raya.
"Tersisa 10,53 hektare belum terbebaskan," kata Aher di Bandung pada Ahad, 25 maret 2018.
Sejak 2010, kata Aher, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah membebaskan tanah enclave (lahan pihak ketiga) dalam kawasan Tahura seluas 15,57 hektare. Sementara tanah di luar kawasan yang berbatasan langsung dengan Tahura hingga 2017 telah dibebaskan sekitar 11,3 hektare.
Banjir bandang sebelumnya melanda kawasan Cicaheum pada Selasa, 20 Maret 2018 sekitar pukul 16.30. Banjir yang membawa lumpur menyebabkan ruas jalan di Cicaheum atau tepatnya 100 meter dari Terminal Cicaheum lumpuh total. Penyebab banjir ini diperkirakan bukan hanya karena hujan, tapi juga alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara (KBU).
Menurut Aher, banjir bandang yang terjadi di Kota Bandung pada pekan lalu terjadi akibat run off aliran permukaan dari vegetasi Kawasan Bukit Bintang hingga Manglayang kurang rapat. Maka, kata dia, perluasan area Tahura di kawasan Tahura dapat menyerap banyak air hujan.
Kawasan ini pun direncanakan akan memiliki luas total 2.750 hektare yang membentang dari Dago sampai Jatinangor sehingga tambahan lahan Tahura itu akan menjadi green belt. "Bisa dibayangkan kalau 2.750 hektare itu jadi hutan, bisa menyerap 75 persen setiap hujan yang jatuh," kata Aher.
Selain itu, Pemprov Jabar mengimbau pemerintah kota dan kabupaten sebagai pemberi izin lapangan terus melakukan pengawasan kepada pengembang yang mendirikan bangunan atau tempat wisata. Contohnya, pemerintah dapat menginstruksikan membangun zero run off dengan membuat embung, sumur resapan dan biopori. "Maka itu harus diawasi betul pemerintah kota dan kabupaten dalam pelaksanaannya," kata Aher.
Ia mengatakan pemberian izin pembangunan di KBU juga harus lebih selektif karena kalau hitungannya daya dukung dan daya tampung, pembangunan di KBU mestinya sudah harus dihentikan.
Sumber: Tempo