SUKABUMIUPDATE.com - Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia Periode 2024-2029 pada tanggal 20 Oktober 2024 lalu. Tepat tanggal 20 Oktober 2025, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bersama kabinet Merah Putih telah bekerja selama satu tahun. Terdapat sejumlah program yang sudah dijalankan yang merupakan astacita sebagai visi pemerintahan Prabowo Gibran menuju Indonesia Emas 2025.
Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia bekerjasama dengan Binokluar melakukan analisis data berbasis Artificial Intelligence dalam pemberitaan di media siber, cetak, elektronik serta percakapan di media sosial yakni X, Facebook, Instagram, Youtube dan Tiktok.
Peneliti memasukan keyword seperti kinerja pemerintahan Prabowo Gibran, politik dan demokrasi di media arus utama dan percakapan melalui social media yang berkaitan dengan isu politik, demokrasi serta pemerintahan. Penarikan data dilakukan pada rentang waktu 21 Oktober 2024 – 21 Oktober 2025.
Baca Juga: Mafindo: Deepfake dan Scam Dominasi Hoaks di Setahun Pemerintahan Prabowo–Gibran
Total terdapat 573.979 pemberitaan yang berkaitan dengan politik dan demokrasi di media berupa cetak, siber dan elektronik dalam satu tahun kabinet merah putih, dimana sekitar 460.327 atau 80% pemberitaan positif, 10.309 atau 2% netral dan 103.343 atau 16% negative. Tingginya sentimen positif ini menunjukkan citra positif dan narasi yang berkembang mendukung dengan kinerja pemerintahan.
Tingkat kepuasan masyarakat terhadap isu politik demokrasi yang tidak bisa terlepas dari berbagai kebijakan populis dan kinerja para menteri dalam mewujudkan program asta cita Prabowo Gibran.
Pengaruh Joko Widodo Masih Kuat di Pemerintahan Prabowo Gibran
Terdapat 10 tokoh yang selalu menjadi pemberitaan di media mainstream. Secara berurutan mulai dari Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo, Listyo Sigit Prabowo, Bahlil Lahadalia, Megawati Soekarnoputri, Prasetyo Hadi, Budi Gunawan, Teddy Indra Wijaya dan Erick Tohir. Diantara 10 tokoh tersebut, yang paling tinggi mendapatkan sentimen negative adalah Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Namun, menariknya Prabowo Subianto juga mendapatkan sentiment positif yang cukup tinggi.
Tingginya perbincangan publik terkait dengan Presiden ke 7 Joko Widodo yang menempati posisi ketiga dalam isu politik demokrasi memperlihatkan masih kuatnya pengaruh dan pandangan Joko Widodo terhadap pemerintahan baru menjadi ancaman yang serius bagi demokrasi. Kekhawatiran publik yang mengarah pada otoritarianisme dan isu politik dinasti menjadi dinamika dalam diskursus publik yang tiada henti.
Isu pemakzulan Gibran Rakabuming Raka juga tidak terlepas dari kekecewaan dan keresahan yang selama ini dirasakan oleh publik sangat menganggu dan mempengaruhi emosi publik. Intervensi Joko Widodo melalui para menteri yang menjadi bagian dari gerbongnya dianggap terlalu jauh dan mengganggu independensi pemerintahan baru, atau bahkan melampaui batas kewenangannya sebagai mantan presiden.
Sentimen Negatif Mendominasi di Media Sosial
Berbeda dengan media mainstream yang didominasi sentimen positif. Perbincangan di lima platform media sosial yakni X, Facebook, Instagram, Youtube dan Tiktok lebih didominasi sentimen negative. Peneliti memasukan keyword seperti kinerja pemerintahan Prabowo Gibran, politik dan demokrasi di media daring dan percakapan melalui sosial media yang berkaitan dengan isu politik, demokrasi serta pemerintahan. Penarikan data dilakukan pada rentang waktu 21 Oktober 2024 – 21 Oktober 2025.
Total percakapan politik dan demokrasi di X sebanyak 66.485 dengan sentiment positive 25.369 atau 42%, netral 8.707 atau 14% dan sentiment negative 26.897 atau 44%. Adapun twitter top mention paling tinggi adalah Tempodotco, Prabowo, Kompascom, Mohmahfudmd dan Heraloebs. Sementara untuk Twitter top authors ditempati oleh Grok, Radioelshinta, Brokxoli, SugiKawuloAlit, ArtaN7707. Untuk total percakapan politik dan demokrasi di Facebook sebanyak 91.781 dengan sentiment positive 13.901 atau 15%, netral 34.374 atau 37% dan sentiment negative 43.506 atau 47%. Adapun lima Facebook top authors adalah Suaradotcom, TvOneNews, Tribunnews, KemensetnegRI dan Kompascom.
Pada Instagram talk sentiment dengan total perbincangan 328.066 dengan sentiment positive 39.383 atau 12%, netral 162.398 atau 50% dan sentiment negative 124.493 atau 38%. Untuk sepuluh Instagram top authors yaitu Tempodotco, Kumparancom, Kompascom, Prabowo, Inilah_com, Katadatacoid, Detikcom, Nowdots, Bisniscom dan Tirtoid. Sementara untuk Instagram Top Mentions yakni Prabowo, Gibran_rakabuming, Gerindra, Presidenrepublikindonesia, Jokowi, Dpr_ri, Ericktohir, Smindrawati, Bahlillahadaila dan Agusyuhdoyono.
Adapun untuk Youtube talk sentiment, total perbincanagan 434.995 dengan sentiment positive 67.621 atau 16%, netral 156.207 atau 36% dan sentiment negative 211.167 atau 49%. Sepuluh Youtoube top authors adalah OfficialNews, Tribunnews, KOMPASTV, OfficialSINDONews, TempoVideoChannel,TvOneNews,YudaMediaHD, MerdekaDotCom, Kompascom dan ForumKeadilanTV. Sedangkan untuk Youtube top mentions ada therealrockygerung, Deffid_83, Fajar.Wayang, Prast_ulrich. Total percakapan pada Tiktok 9297 dengan sentiment positive 3.036 atau 33%, netral 1.610 atau 17% dan sentiment negative 4.651 atau 50%. Untuk lima Tiktok top authors yaitu Garudatvnews, Officialinews, Inilahcom, Kumparan dan Kompascom.
Dari lima platform tersebut, engagement dan exposure paling tinggi secara berurutan adalah Youtube, Instagram,Facebook, X dan Tiktok.
Isu Krusial dalam Perbincangan Publik
Saat ini, satu tahun pemerintahan dipimpin oleh Prabowo Gibran, demokrasi kita sedang mengalami regresi. Hal ini tercermin dari tingginya sentiment negatif dalam percakapan di media sosial terkait dengan isu politik dan demokrasi dalam satu tahun pemerintahan Prabowo Gibran, yang tidak terlepas dari berbagai peristiwa puncak terekam di lima platform media yakni X, Facebook, Instagram, Youtube dan Tiktok.
Peristiwa penting tersebut mulai dari cepat kilat disahkan RUU TNI, koalisi gemuk, kemunduran hak sipil dan kebebasan berpendapat, kebijakan populis, cawecawe Presiden ke-7, buruknya komunikasi publik pemerintah dan legislatif, demo besar-besaran, reformasi Polri, putusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 731 terkait dengan syarat dokumen capres dan cawapres sebagai informasi yang dikecualikan, ijazah palsu, pengabaian partisipasi publik serta urgensi disahkannya RUU Perampasan Aset.
Publik juga memberikan sorotan tajam terhadap berbagai kebijakan yang kerapkali merugikan rakyat seperti makan bergizi gratis, proyek food estate, danantara, kerusakan akibat proyek strategis nasional, kacaunya tata kelola pemerintahan, korupsi yang semakin merajarela, kebijakan yang serampangan, kebijakan anggaran yang pro terhadap elite dan pejabat publik serta mengabaikan kepentingan rakyat. Publik kerapkali merasakan keresahan seperti yang terjadi dalam ruang media sosial untuk kabur aja dulu dan mengungkapkan banyak pesismisme karena tidak pernah ada tindakan nyata untuk dapat membenahi kondisi ini dan lebih mementingkan rakyat.
Sukidi (2025) dalam tulisannya yang berjudul “Keadilan yang Dirindukan” mengungkapkan reflesi atas lagu ”I Can’t Believe What You Say, for Seeing What You Do” (1964) karya Ike dan Tina Turner, rakyat tidak percaya apa yang pemerintah katakan karena melihat apa yang pemerintah kerjakan. Berbagai gelombang protes yang diungkapkan oleh warga dalam bentuk percakapan di media sosial dan media mainstream seharusnya menjadi refleksi dan evaluasi secara serius untuk dapat mendengarkan suara rakyat.
Kesimpulan: Para pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno Hatta, menginginkan demokrasi politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan demokrasi ekonomi yang menghadirkan kesejahteraan. Namun, mimpi tersebut dirusak secara gradual oleh mereka yang tidak memiliki etika, moralitas dan keadaban.
Basis kuat dari analisis media dan big data diharapkan tidak menutup mata atas keresahan rakyat yang disampaikan melalui percakapan media baik itu media mainstream ataupun media sosial. Hal ini seharusnya menjadi tamparan serius agar pemerintah dapat berbenah, Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia mendesak beberapa hal sebagai berikut :
1. Evaluasi Serius Program Asta Cita Prabowo Gibran
Genap satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (Oktober 2024–Oktober 2025) menjadi momentum krusial untuk mengevaluasi implementasi program andalan yang bernama Asta Cita.
Meskipun pemerintah mengklaim telah mengklaim banyak program yang berhasil, namun sorotan tajam dan rapor merah dari lembaga masyarakat sipil, akademisi serta potret perbincangan publik menunjukkan adanya jurang antara janji kampanye yang populis dengan praktik kebijakan yang dinilai mengabaikan prinsip demokrasi dan keadilan.
Evaluasi total semua program yang berdampak merugikan rakyat, seperti MBG, PSN, danantara, Food Estate dan berbagai program lainnya. Jika solusi tersebut menemukan jalan buntu tidak ada salahnya berbagai program tersebut dihentikan untuk kemaslahatan bagi rakyat.
2. Membenahi Komunikasi Pejabat Publik dan Elite Politik
Kegagalan komunikasi publik baik eksekutif ataupun legislative secara berulang, ini menjadi cermin rusaknya etika, moralitas dan adab yang diperparah dengan tidak memilikinya kepekaan kepada rakyat. Padahal, dalam ilmu komunikasi, mendengar adalah kemampuan komunikasi terbaik. Salah satunya yang harus diperbaiki adalah lebih banyak mendengar daripada banyak berbicara.
Selain itu, perkuat protokol komunikasi kepresidenan agar penyampaian pesan yang dilakukan bisa sesuai dengan tujuan komunikasi. Selain itu dalam berkomunikasi di ruang publik diharapkan dapat mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Minimnya hal ini, akan semakin membuat rakyat terus curiga dan melemahkan kredibilitas kepada pemerintah. Bangun dialog dan komunikasi dua arah (two way communication).
3. Memperkuat Mitigasi dan Risiko
Salah satu tantangan terbesar pemerintah adalah menghadapi perilaku Moral Hazard. Pemerintah, dengan dukungan politik yang sangat kuat di parlemen, cenderung dimanfaatkan untuk menjadi program bancakan. Maka, pengawasan yang ketat dan menyiapkan berbagai perencanaan yang bisa memudahkan implementasi teknis di lapangan menjadi keniscayaan. Tingginya sentiment publik di semua platform media sosial adalah cermin lemanhya mitigasi risiko yang dimiliki oleh pemerintah saat ini.
4. Melakukan Reshuffle pada Kementrian yang Dianggap Gagal dalam Melakukan
Kinerja
Dalam menjalankan pemerintahan, evaluasi kinerja kementerian merupakan langkah penting untuk menjamin efektivitas pelaksanaan program-program pemerintah. Reshuffle atau perombakan kabinet menjadi salah satu mekanisme strategis yang sering digunakan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, terutama apabila terdapat kementerian yang dianggap gagal mencapai target atau mengalami stagnasi selama satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran.
Hasil dari analisis percakapan di media sosial, publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap kabinet yang direshuffle untuk membawa perubahan positif. Kegagalan suatu kementerian dapat menimbulkan kekecewaan dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Melalui reshuffle, pemerintah menunjukkan komitmen nyata dalam merespons kritik dan memperbaiki kinerja demi kepentingan rakyat. Namun, jangan juga hal ini menjadi alat untuk bagi-bagi kekuasaan.
5. Menghentikan Semua Tindakan Represif dan Kriminalisasi Kepada Rakyat
Menguatnya narasi reformasi Polri di media sosial adalah pertanda bahwa ada problem serius di tubuh institusi Polri dalam mengayomi, melindungi dan penegakan hukum yang berkeadilan. Hentikan segala bentuk represif dan kriminalisasi kepada rakyat dan Polri hendaknya segera berbenah untuk mereformasi diri, institusi dan pelayanan publik.