Oleh: Alif Nurrohman
(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Kondisi perekonomian Indonesia pada catur wulan I-2015 hingga kini masih lesu. Rupiah sempat terpuruk, harga-harga komoditi pun jeblok, kecuali kinerja sektor kelautan dan pariwisata sedikit lebih baik.
Dibalik kabar buruk perekonomian kita, ada tanda-tanda kebangkitan yang tak terlihat. Sebagaimana dikutip Blomberg, Economist Intelligence Unit (EIU) memprediksi Indonesia bakal menguasai perekonomian global pada tahun 2050 dengan urutan China, Amerika Serikat, India, Meksiko dan Indonesia.
Memprediksi pada tahun 2050, Jepang justru turun dari urutan ke-3 menjadi urutan ke-5 (economy remove down), sementara Brazil tetap di urutan ke-7. Ekonomi Brazil rupanya terjebak ke dalam apa yang disebut middle income trap, adalah suatu keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju.
Jebakan kelompok masyarakat berpendapatan menengah, alias puluhan tahun kelas menengah Brazil tetap tidak beranjak meningkat atau pertumbuhan tingkat ekonomi yang berjalan sangat lambat, yang mana tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan ekonomi potensial disebut dalam kondisi (stagnan).
Menurut prediksi EIU, Meksiko akan menggeser posisi Rusia, sementara Indonesia akan menggeser posisi Italia dalam kurun waktu 10-35 tahun mendatang. China, menurut laporan yang sama akan menggeser posisi AS pada awal 2026 dalam hal Produk Domestik Bruto (PDB) nominal.
Ada tiga preposisi yang dijadikan alasan, mengapa sejumlah negara berpenduduk besar mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding negara yang lain dalam jangka panjang, yaitu sharing GDP nominal, income percapita, dan proporsi tenaga kerja usia produktif.
Tiga negara yang dominan dari aspek big share nominal GDP pada tahun 2050 menurut IEU adalah China (100 trillion US$), USA (70 trillion US$), dan India kurang dari 70 trillion US$. Dilihat dari aspek ini, artinya China dan India memiliki skala kekayaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya dalam kelompok 10 negara itu.
Dari pendapatan per kapita misalnya, daya beli India meningkat sekitar 24 persen, lebih tinggi dibanding AS yang hanya meningkat 3 persen. PDB Asia pada tahun 2050 akan mencapai 53 persen terhadap PDB dunia, sementara pangsa Eropa menurun, demikian prediksi EIU.
Dalam jangka panjang, trend peningkatan populasi tenaga kerja usia produktif banyak terjadi di Afrika dan Timur Tengah, sementara trend penurunan terjadi di Asia Timur (terutama Jepang hingga mengalami penurunan 25 persen). Itulah beberapa alasan ringkas, mengapa China dan India mengalami pertumbuhan lebih cepat, termasuk Meksiko dan Indonesia menurut versi IEU.
Lantas pada tahun berapa indonesia bisa menguasai perekonomian global? Indonesia Sebagai negara berpenduduk relatif besar,negara dengan penduduk besar punya potensi berkembang dengan unik, karena besarnya pasar domestik yang dimiliknya.
Untuk analisis cyclical terhadap perkembangan perekonomian Indonesia dari faktor internal dan eksternal, dapat dilihat artikel Arnold Mamesah yang cukup komprehensif "Asa dalam Siklus Perekonomian" (Kompasiana,23 Juni 2015).
Jika Indonesia hendak diantarkan ke pintu gerbang kemakmuran di masa depan, yaitu mengelola mutu penduduk Indonesia. Asumsinya, jumlah penduduk yang besar bukanlah faktor penghambat pembangunan, sebaliknya menjadi pendorong pembangunan, sepanjang dikelola dengan baik.
Tak terbantahkan, bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor kunci pembangunan. Penguatan sumber daya manusia menuju manusia unggul memiliki korelasi yang erat dengan peningkatan produktivitas kerja, dalam memenangkan persaingan ditengah perubahan-perubahan yang berlangsung cepat dalam dunia bisnis, ekonomi politik dan budaya.
Penduduk suatu negara merupakan faktor determinan bagi kemajuan bagi bangsa,contoh seperti Singapura berpenduduk sedikit, sumber daya alamnya (SDA) juga sangat terbatas, Bahkan untuk memperluas daratannya, Singapura harus “mengeruk” (membeli) pasir dari Riau, Indonesia. Meski SDA Singapura sangat terbatas, namun karena punya SDM berkualitas, income percapita negeri berlambang “Singa Laut” itu sangat tinggi di wilayah ASEAN.
Sebagaimana EIU-Bloomberg prediksi, bahwa pada tahun 2050, perekonomian Indonesia bakal menguasai perekonomian global. Meksiko akan menggeser posisi Rusia, sementara Indonesia akan menggeser posisi Italia.
Faktor internal dan eksternal juga menjadi salah satu kunci perkembangan indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu berada di kisaran 5 persen. Februari lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan faktor internal yang mendorong konsistensi pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi swasta, pemerintah, dan nonrumah tangga.
"Faktornya karena konsumsi swasta dan konsumsi pemerintah maupun konsumsi lembaga negara nonrumah tangga berkaitan dengan persiapan untuk pemilu. Bantuan sosial yang tinggi dari pemerintah untuk masyarakat rendah juga menyebabkan tiga faktor di atas berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan mendorong daya beli masyarakat relatif tinggi," kata Perry.
Stimulus fiskal untuk bantuan sosial yang tinggi mendorong konsumsi tinggi dan mendorong daya beli masyarakat, khususnya masyarakat rendah, sehingga konsumsi rumah tangga akan relatif tinggi di triwulan satu. Selain ketiga faktor di atas, pertumbuhan kredit otomotif perbankan yang meningkat mendorong ekonomi domestik.
Penjualan otomotif cukup baik sehingga mendorong ekonomi domestik. Sebagian karena kredit perbankan ke otomotif juga meningkat. Itu juga dibuktikan pada Januari pertumbuhan kredit meninggi sekitar 12,1 persen.Faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.