Cerita Badut Ibu-ibu di Lampu Merah Sukabumi: Anak Diejek hingga Tertabrak Mobil

Senin 11 Juli 2022, 13:41 WIB

SUKABUMIUPDATE.com - Gema takbir terdengar bersahutan. Jarum jam pun sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun SP, masih mondar-mandir mengikuti marka jalan di simpang empat Degung, Kota Sukabumi. Kostum badut warna biru berkarakter kartun, membalut tubuh wanita 48 tahun ini menghibur pengendara di malam Iduladha.

Mencari Hidup di Lampu Merah

Membawa kotak musik hitam yang digantungkan di lehernya, SP mendatangi satu per satu kendaraan yang berhenti di lampu merah, sembari berjoget mengikuti irama di balik kotak musik kecilnya itu. Gerakan serupa, meski kadang tak beraturan, dilakukan perempuan ini hingga celengan plastik yang dibawanya diisi sejumlah uang oleh pengguna jalan.

Malam itu, Sabtu, 9 Juli 2022, menjadi pintu masuk mendengar cerita SP yang sudah kurang lebih dua tahun mencari rupiah dengan menjadi badut ngamen di jalanan Sukabumi. Faktor ekonomi menjadi alasan SP menjalani pekerjaan ini. Dia ingin membantu suaminya dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga, yang bekerja sebagai tukang parkir.

Istirahat di trotoar sambil menghitung uang yang dia dapat, wanita paruh baya ini bercerita tak punya banyak pilihan. Memiliki lima anak, yang dua di antaranya masih bersekolah, membuat SP harus memutar otak mencari uang tambahan. Membeli beras hingga membiayai sekolah anak, menjadi beban rutin yang mesti dia pikirkan bersama sang suami.

"Capek mah capek. Penginnya istirahat. Tapi kalau dipakai istirahat, gak punya uang buat bantu suami. Ibadah bantu suami, karena ekonomi suami tidak cukup. Sedangkan punya anak sekolah, yang SMP sama SMA," kata dia kepada sukabumiupdate.com.

SP tinggal di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Dia biasa berangkat pukul 9 pagi atau 3 sore, naik angkutan umum atau jalan kaki ke wilayah Kota Sukabumi, memakai kostum badut dan kotak musik yang dia sewa sehari Rp 50 ribu. SP mengaku pendapatannya menjadi badut ngamen tak menentu.

Dalam sehari, SP rata-rata menghasilkan uang Rp 100 ribu, dari pekerjaannya menjadi badut mulai pukul 9 pagi hingga 5 sore. Tak jarang, dia harus melampaui jam kerjanya ketika uang yang dikumpulkan belum cukup. SP tak punya titik tetap di mana dia beraksi menghibur pengguna jalan. Dia juga acapkali berkeliling ke rumah-rumah warga.

Sebelum menjadi badut, SP adalah tukang urut. Dia sering diminta datang ke rumah warga yang ingin menggunakan jasa urutnya. Tetapi, penghasilan menjadi tukang urut tidaklah pasti. Keputusan menjadi badut akhirnya diambil SP, meski semula sempat ditolak oleh sang anak lantaran sering menerima ejekan dari teman sebayanya di sekolah.

"Awalnya dia gak tahu ibunya jadi badut. Saat anak saya tahu, marah, malu katanya punya orang tua badut. Tapi mau gak mau karena uang dari ayahnya gak cukup," ujar SP sambil menangis. "Uang badut kan banyaknya receh. Kalau anak saya diberi uang jajan, suka diejek teman-temannya karena ketahuan itu uang dari jadi badut," imbuh dia.

Di usianya yang sudah tak lagi muda, SP sering mengeluhkan kakinya yang pegal saat berkeliling. Pengalaman buruk juga pernah dialami SP saat tertabrak mobil di wilayah Baros, Kota Sukabumi, dua pekan lalu. Insiden ini terjadi saat dia berjalan menjadi badut keluar masuk perkampungan. Akibat kejadian ini, SP mendapat jahitan pada kakinya.

Pengalaman kurang baik lainnya dirasakan SP saat dikejar aparat di lampu merah Lapang Merdeka Kota Sukabumi, masih tahun ini. "Saya lagi nge-badut, tiba-tiba lihat yang lain lari. Katanya ada aparat. Jadi saya ikut lari karena takut ditangkap. Saya sembunyi di gerobak tukang bakso. Takut dibawa dan gak bisa pulang. Alhamulillah gak dibawa," katanya.

SP mengaku tidak tahu akan sampai kapan menjadi badut, mengenakan kostum tebal dengan penutup kepala yang cukup berat dan membuat pengap saat dipakai. SP juga menyebut tidak pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah, baik sebelum maupun selama pandemi Covid-19. Padahal kebutuhan dia dan keluarga harus terus dipenuhi.

"Saya itu dapat penghasilan agak besar kalau diundang di suatu acara. Bisa dapat Rp 200 atau Rp 300 ribu. Belum tahu juga kapan akan berhenti jadi badut, karena kebutuhan kan setiap hari selalu ada," kata SP.

Kisah SP adalah satu dari sekian kondisi pahit warga Sukabumi, yang terpaksa mencari hidup di lampu merah jalanan. Mereka, kadang tidak benar-benar siap menjalani pekerjaan ini. Namun, impitan ekonomi yang terus membayangi, ditambah naiknya harga-harga kebutuhan pokok, membuat para penghibur jalanan ini tak punya banyak pilihan, selain turun ke aspal.

Entitas Ekonomi Baru

Di atas pagar depan rumah kontrakannya yang tak begitu luas, Heri Suhari dengan telaten merapikan jemuran kostum badut yang telah dicucinya. Aktivitas semacam ini sudah menjadi agenda rutin bagi Heri yang sejak 2020 memutuskan membuka usaha jasa penyewaaan kostum badut. Heri, mencoba mencari peruntungan dari jalanan Sukabumi.

Beragam karakter hingga ukuran kostum tampak memenuhi pagar rumah pria berusia 40 tahun tersebut yang berlokasi di Jalan Pemandian Cigunung RT 01/01 Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.

Heri tak memulai usaha ini dengan menjadi badut di simpang empat lampu merah atau menapaki perkampungan seperti SP atau orang-orang yang menyewa kostumnya. Semula, dia mencari penghidupan untuk istri dan empat anaknya dengan berjualan makanan di sekolah. Namun, Heri melihat ada peluang ekonomi baru di dunia hiburan jalanan.

photoHeri Suhari (40 tahun) saat merapikan jemuran kostum badut yang biasa dia sewakan. - (Sukabumiupdate.com/Oksa Bachtiar Camsyah)

Heri lantas banting setir dan mulai mendalami usaha ini dengan membeli kostum badut pertamanya seharga kurang lebih Rp 1 juta. "Yang lebih dulu buka penyewaan kostum badut namanya Si Abang, masih di daerah sini. Saya beli (kostum) ke sana. Awalnya satu, bertahap," kata dia beberapa hari lalu.

Waktu berjalan, membuat Heri semakin serius menggeluti usaha kostum badut. Dia mulai menyewakan kostum badut yang dibelinya ke orang-orang di sekitar rumah kontrakannya. Membantu lingkungan terdekat yang kesulitan ekonomi, terutama korban terdampak pandemi Covid-19, menjadi alasan Heri semangat menambah jumlah koleksi kostum badutnya.

Hingga pertengahan 2022, Heri sudah memiliki kurang lebih 25 kostum badut yang disewakan, mulai karakter anime Naruto hingga Upin dan Ipin. "Membantu orang sekitar. Seperti ada sopir angkot, mengeluh setoran tinggi. Mereka memilih jadi badut, ketimbang nganggur," ucap Heri.

photoHeri Suhari (40 tahun) menata kostum badut yang biasa dia sewakan. - (Sukabumiupdate.com/Oksa Bachtiar Camsyah)

Sambil memperlihatkan beberapa kostum, lengkap dengan kotak musik yang diisi berbagai lagu pengiring para badut saat beraksi di jalanan atau rumah-rumah warga, Heri mengaku tak pernah menentukan nominal berapa harga sewa kostum badut miliknya. Jika para penyewa tak cukup banyak mengumpulkan rupiah, Heri hanya menerapkan sistem bagi hasil yang sama-sama menguntungkan. Namun jika pendapatan dalam sehari terbilang besar, penyewa cukup menyetor Rp 30 ribu.

Tidak ada data pasti berapa penyewa yang rutin menggunakan kostum badut milik Heri. Ini disebabkan situasi di lapangan yang terkadang bergiliran memakai kostum tersebut. Tetapi menurut Heri, mereka ada yang berasal dari sekitar tempat tinggalnya di Desa Sukaresmi, ada pula dari Kota Sukabumi, hingga warga Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Usianya pun beragam, mulai siswa sekolah dasar hingga usia 40 tahunan. Durasi penyewaan tak ditentukan, tergantung kondisi di lapangan.

"Kalau waktu sekolah, ya sekolah dulu. Tidak menganggu belajar," kata Heri menjelaskan kondisi beberapa anak yang masih bersekolah dan suka menyewa kostum badutnya.

Heri tak pernah menghitung total pendapatan yang diterima dalam setiap bulan. Ini lantaran uang setoran dari para penyewa terus dikelola untuk membayar kostum badut yang belum lunas, maupun membeli kostum baru. Heri juga meminta kepada para penyewa konstumnya supaya tak memaksa warga atau pengguna jalan yang enggan memberikan uang. "Paling Rp 2,5 juta atau Rp 3 juta yang masuk ke dapur," ujarnya.

Dinas Sosial Kota Sukabumi mencatat, pada Juni 2022, ada 15 badut yang terdata, berdasarkan hasil penjangkauan di sejumlah titik di Kota Sukabumi. Dari jumlah tersebut, 10 di antaranya laki-laki dan lima lainnya perempuan. Mereka berasal dari Kota maupun Kabupaten Sukabumi, dengan rentang usia yang beragam: anak-anak hingga dewasa.

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial Kota Sukabumi Abdul Muiz menyebut pihaknya sudah melakukan beberapa penanganan terhadap para badut jalanan. Seperti bimbingan sosial, program Prestasi alias program rehabilitasi sosial anak Kota Sukabumi, permakanan, sandang, hingga membantu kebutuhan dasar lainnya.

Abdul Muiz mengatakan jumlah badut ngamen di jalanan Kota Sukabumi dimungkinkan lebih banyak dari data tersebut. Ini dipicu berbagai hal, di antaranya setiap hari ada orang berbeda yang bergantian menjadi badut. Namun terlepas dari itu, Dinas Sosial Kota Sukabumi tetap melakukan pendekatan persuasif lewat program-program yang sedang dijalankan.

"Untuk aturan ketentraman dan ketertibannya mungkin itu di dinas lain," kata dia. Dinas Sosial juga memiliki rumah singgah yang digunakan sebagai tempat penampungan anak terlantar yang memerlukan penelusuran keluarga. Tetapi kondisi para badut jalanan, kata Abdul Muiz, rata-rata masih memiliki keluarga.

Jejak Hiburan Jalanan Sukabumi

Keberadaan badut ngamen menjadi fenomena baru di masa pandemi Covid-19, termasuk di Kota Sukabumi. Umumnya, pengamen dianggap sebagai musisi jalanan. Namun apa pun sebutannya, motifnya tetap meminta uang kepada masyarakat dan pengendara di jalan. Fenomena badut memang agak berbeda dengan pengamen yang bukan berjoget.

Pengamen biasanya menyanyikan lagu dengan menggunakan alat musik atau menyanyi dengan pemutar musik. Berbeda dengan badut yang tak melakukan itu.

Sejarawan Irman Firmansyah mengatakan, kemunculan pengamen lampu merah maupun ke rumah-rumah, dimungkinkan marak pada masa Orde Lama. Saat itu, Indonesia baru selesai perang kemerdekaan selama hampir lima tahun, dengan kondisi ekonomi yang masih morat-marit. Masyarakat susah mencari nafkah, dan sebagian menjadi pengamen jalanan.

Aktivitas mengamen selalu ada di setiap zaman, meski dengan istilah berbeda. Pengamen konon berasal dari kata amen atau amin, di mana dulu pengemis mendoakan pemberi sedekah dan diaminkan. Meski begitu, ada juga yang berpendapat berasal dari amen amen yang artinya ke sana ke mari mencari penghasilan. Dalam masyarakat Sunda, yang berkembang sebenarnya adalah hiburan keliling, dibandingkan pendoa seperti layaknya pengemis.

photoIrman Firmansyah. - (Istimewa)

Menurut Irman yang juga Ketua Yayasan Dapuran Kipahare, masyarakat Sunda sejak dulu sudah mengenal hiburan keliling menggunakan alat musik tradisional. Ini misalnya terekam dalam Tijdschrift Indische Taal-, Land- En Volkenkunde 1857--semacam jurnal rutin yang dibuat setiap tahun-- yang menyebutkan pantun yang berkembang saat itu, isinya adalah "Sada ketuk sada kening, sada karinding di jalan. Sada nu batuk bari ngomong, Bujang ginding datang anjar”.

Karinding sendiri menurut Jonathan Rigg (1862) adalah alat musik yang terbuat dari tabung bambu, panjangnya kira-kira satu kaki dan lubangnya satu inci, di ujungnya ada alat musik kecil dengan lidahnya. Alat musik ini dipukul dengan jari dan ditiup. Hingga kini, alat musik tersebut masih dimainkan anak muda pecinta kasundaan.

Jonathan Rigg adalah orang Inggris yang cukup tekun dalam mencatat dan mempelajari kosakata bahasa Sunda. Kosakata yang dia peroleh, salah satunya melalui tradisi lisan masyarakat Sunda. Tradisi lisan yang dimaksud adalah pantun Sunda.

Baca Juga :

Kisah PKL di Sukabumi: Entitas Ekonomi Baru dan Kompleksitas yang Belum Usai

Tak hanya karinding, Soerabaijasch Handelsblaad--surat kabar lembar lebar berbahasa Belanda yang beredar di Surabaya, Hindia Belanda--menyebutkan alat lain yaitu suling, tarawangsa, kacapi, dan biola. Para pengamen jalanan ini berbeda dengan musik rèngkong yang dimainkan saat panen padi. Soerabaijasch Handelsblaad tak hanya menyajikan berita Surabaya, namun juga se-Indonesia, termasuk Priangan dan Sukabumi.

Dalam Tijdschrift voor nijverheid en landbouw in Nederlandsch-Indië 1897 disebutkan pengamen berpindah dari satu daerah ke daerah lain, bahkan di luar waktu panen, hanya untuk bermain demi uang. Alat mengamen ini juga berkembang.

Irman menyebut pada 1930-an berkembang angklung tunggal yang berkeliling ke rumah-rumah warga demi mengharap uang. Di Sukabumi, beberapa wilayah seperti Cicurug, dikenal sangat kuat jiwa berkeseniannya. Wilayah ini banyak memunculkan musisi jalanan yang berkeliling menggunakan alat musik, bahkan beserta penarinya yang disebut ronggeng.

Di masa kolonial, pengamen disebut juga straatmuziekanten, yang artinya musisi jalanan. Uniknya, di Sukabumi, selain menggunakan alat musik tradisional, mengamen juga dilakukan melalui gramofon yang saat itu dianggap alat modern. Alat yang disebut orang Sukabumi sebagai mesin ngomong itu berkembang di beberapa wilayah sekitaran kota Sukabumi.

"Misalnya di wilayah Salabintana ada gramofon jalanan yang berkeliling ke rumah-rumah menggelar konser," kata Irman yang sudah menulis beberapa buku tentang Sukabumi, salah satunya "Soekaboemi the Untold Story".

Surat kabar De Avondpost pada 11 September 1929 menyebutkan fenomena musik gramofon di Sukabumi justru berasal dari kampung pinggir jalan. Biasanya, di depan salah satu rumah, sebuah gramofon diletakkan di atas tikar. Kemudian sekitar 20 penduduk Sunda berjongkok atau bersila mendengarkan lagu-lagu stamboel hingga selesai.

Para penonton lalu membayar kepada tukang gramofon keliling tersebut. Setelah itu, tikar digulung, gramofon dan catatan dimasukkan ke dalam dua keranjang. Keranjang tersebut dibawa menggunakan pikulan dan melanjutkan konser keliling di tempat lain.

Irman menyebut hiburan keliling bertransformasi, baik alat maupun cara, hingga dikenal sebagai pengamen seperti sekarang.

Pada 1950-1960-an, di Sukabumi juga berkembang bioskop toong, yaitu berupa kotak terbuat dari kaleng yang dilengkapi kaca kecil untuk menonton cerita yang disertai musik mirip piano kecil. Alat tersebut dipikul tukang bioskop toong dan berkeliling ke sekolah dan kampung-kampung. Adapun “film” yang ditayangkan berupa kartun atau tembak-tembakan. Sementara tukang bioskopnya mengoceh memaparkan jalan ceritanya diiringi musik.

"Alat ngamen terus berkembang sesuai zaman. Yang sangat populer di masa orde baru (bahkan hingga sekarang) adalah menggunakan gitar. Tak heran banyak artis yang juga berasal dari pengamen. Jika mereka beruntung, bisa rekaman," kata Irman.

Meski menjadi salah satu jalan mencari nafkah yang halal, namun saat ini mengamen dianggap sebagai masalah sosial dan sering disandingkan dengan pengemis dan gelandangan. Fenomena pengamen memang perlu penanganan khusus. Sebab, apa pun bentuknya adalah respons masyarakat atas dua hal: minimnya ruang berekspresi seni dan beratnya masalah ekonomi yang dihadapi warga.

Badut ngamen merupakan salah satu bentuk transformasi pengamen yang muncul di zaman sekarang dan perlu penanganan khusus. Walaupun cukup menghibur anak-anak, tetapi sebagian masyarakat berpendapat fenomena ini menjadikan branding Kota Sukabumi terkesan menjadi kota badut.

Catatan redaksi: naskah berita ini diubah pada Senin, 11 Juli 2022 pukul 17.50 WIB. Perubahan terjadi pada identitas narasumber badut yang disembunyikan atas permintaan keluarganya.

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Berita Terkini
Food & Travel29 Maret 2024, 03:00 WIB

Resep Kue Nastar Keju 6 Kuning Telur Khas Lebaran Idul Fitri

Yuk Recook Resep Kue Nastar Keju 6 Kuning Telur Khas Lebaran Idul Fitri!
Ilustrasi. Resep Kue Nastar Keju 6 Kuning Telur Khas Lebaran Idul Fitri. Sumber Foto : Instagram/@sukabikinkue
Life29 Maret 2024, 00:57 WIB

Jangan Salah Kaprah, Ini 6 Etika Makan di Depan Calon Mertua Agar Tidak Canggung

Saat makan dengan calon mertua, etika makan yang benar sangat penting untuk diperhatikan dan dapat memengaruhi kesan pertama yang Anda buat pada mereka.
Ilustrasi makan makan bersama calon mertua. (Sumber : Pixabay)
Life29 Maret 2024, 00:51 WIB

6 Cara Ampuh Hilangkan Kecoak di Rumah Dalam Sekejap

Pengendalian kecoak di dalam rumah merupakan salah satu langkah penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan rumah tangga.
Ilustrasi kecoak. (Sumber : Pixabay)
Life28 Maret 2024, 23:54 WIB

7 Skill yang Wajib Dimiliki oleh Mahasiswa, Harus Bisa Beradaptasi

Sebagai seorang mahasiswa, terdapat banyak tuntutan dan tantangan dalam menghadapi dunia akademik dan persiapan untuk karir masa depan.
Ilustrasi mahasiswa. (Sumber : Pixabay)
Produk28 Maret 2024, 23:16 WIB

Pekan Ketiga Ramadan, Beras dan Cabai-cabaian Turun Harga di Pasar Parungkuda Sukabumi

Harga komoditas pangan di Pasar Parungkuda Sukabumi seperti beras dan cabai-cabaian kompak alami penurunan di pekan ketiga ramadan.
Ilustrasi Cabai. (Sumber : SU/Ibnu)
Life28 Maret 2024, 22:58 WIB

Jangan Diberi Racun, Ternyata Ini 6 Cara Ampuh Usir Tikus di Rumah

Tikus adalah salah satu hama yang sering menjadi masalah bagi banyak orang karena dapat merusak makanan, kabel listrik, dan bahkan kesehatan kita.
Ilustrasi. Hewan tikus yang sering dianggap hama di rumah. (Sumber : Pixabay)
Keuangan28 Maret 2024, 22:41 WIB

KPPN Sukabumi Telah Realisasikan Seratus Persen Pembayaran THR 2024

Jelang Hari Raya Idul Fitri, KPPN Sukabumi telah merealisasikan pembayaran THR untuk 7.917 penerima di 67 satuan.
Kepala KPPN Sukabumi, Abdul Lutfi. (Sumber : Istimewa)
Sukabumi28 Maret 2024, 22:11 WIB

Modal Rayuan di Medsos, Playboy asal Sukabumi Ini Kencani 5 Wanita untuk Gasak Motor

Polisi berhasil menangkap seorang Playboy asal Sukabumi yang melakukan penipuan dan penggelapan motor milik korban yang dikencaninya.
Tampang HH pria asal Cisaat Sukabumi pelaku penipuan dan penggelapan sepeda motor korban dengan modus berkencan dan berkenalan via medsos saat diinterogasi petugas. (Sumber : Istimewa)
Sukabumi28 Maret 2024, 21:11 WIB

Tingkatkan Pelayanan, Perumdam TJM Sukabumi Pasang Jaringan Pipa Baru di Cikembar

Perumdam TJM Sukabumi cabang Cikembar melakukan pemasangan koneksi jaringan baru pada Kamis (28/3/2024) pagi.
Perumdam TJM Sukabumi melakukan uji coba sambungan pipa distribusi baru di Cikembar. (Sumber : Istimewa)
Sukabumi28 Maret 2024, 21:01 WIB

CSR PT Dwiharta Logistindo, Ini Daftar Lomba Agama di Cisande Cicantayan Sukabumi

Gebyar Ramadhan merupakan salah satu bentuk penyaluran CSR perusahaannya yang berkantor pusat di Jakarta
Pembukaan gebyar Ramadhan di Masjid Jami Al-Ikhlas RT 15/05 Kampung Cikukulu, Desa Cisande, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Kamis (28/3/2024). | Foto: Istimewa