Kemudian atas dasar itu pula, berturut - turut sudah terbit beberapa Undang - Undang Organik yaitu UU yang terbit atas perintah Pasal 30 UUD 1945 tersebut, yaitu :
- UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ;
- UU No.3/2002 * tentang Pertahanan Negara ;
- UU No. 34 / 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ; dan
- UU No. 23 / 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).
Semua UU tersebut di atas, selain sudah menjawab bangunan Sishankamrata yang dikehendaki Pasal 30 UUD 1945, juga pada tataran emperikal sudah terbangun sinergitas dan harmonisasi dalam pelaksanaannya, dimana Kekuatan Utama TNI di Bidang Pertahanan dan POLRI di Bidang Keamanan sesuai dgn tugas - wewenangnya masing dan Rakyat sebagai Kekuatan Pendukung.
Selanjutnya bagaimana upaya pengelolaan semua kekuatan utama dan pendukung tersebut beserta mekanismenya untuk mengantisipasi dan menjawab atau menghadapi segala bentuk ancaman, yang juga secara jelas diatur dlm UU PSDN ;
Ketiga
Bahwa kemudian adanya draft Perpres DKN yang mengatur tentang institusi kenegaraan yang bersifat penunjang (auxialiary state organ), selain tidak tepat diatur dalam bentuk Peraturan Presiden harus dalam bentuk Undang-Undang, juga akan sangat mengganggu bangunan Sishankamrata yang sudah aplicable, sehingga Perpres ini potensial akan mendatangkan berbagai persoalan hukum di kemudian hari. Apalagi nampaknya Perpres DKN ini merupakan pintu masuk untuk menggolkan RUU Kamnas yang ditolak sejak tahun 2007.
Keempat
Jika yang menjadi latar belakang dibuatnya draft Perpres tentang DKN berkenaan dengan masalah koordinasi, jawabannya tidak harus diselesaikan dengan menerbitkan (draft) Perpres, melainkan harus dicari penyebab tidak maksimalnya koordinasi yg berjalan selama ini. Mungkin perlu menjadi perhatian kita tentang “prinsip proporsional dan profesional”, juga egosektoral terkait masih adanya pihak-pihak yang ingin menjadi “to have more”, tetapi kurang mau untuk menjadi “to be more”.
Kelima
Kelihatannya Substansi (draft) Perpres DKN tersebut, selain menimbulkan banyak ambiguitas, norma pasal yang ada di dalamnya dan inkonsistensi pasal yang satu dengan pasal yang lain, juga dapat dipastikan akan menimbulkan relatif banyaknya masalah hukum di kemudian hari.
Keenam